Mengintip Hulu Sungai Selatan Masa Praaksara (sebuah catatan di hari ulang tahun)

Jreng jreng jrengggg…

Syelamath Ulang Tahun kabupaten ku yang manis dan indah, Hulu Sungai Selatan..
Roma atau Paris, indah Kandangan kota ku manis… syalalalaaa
Doa terbaik selalu terhatur untuk kemjuan dan kemakmuran mu, diaminkan semesta rakyat setia mu.
64 tahun terbilang usia mu, usia yang tak bisa lagi diklasifikasikan sebagai usia muda. Panjang perjalanan menuju usia mu hari ini. Seandainya doraemon ada disamping ku sekarang, kan ku pinta ia membawaku ke masa seribu tahun yg lalu. Hmmm tidak. Kalau seribu tahun artinya tahun 1914, masa penjajahan Hindia Belanda. Tak perlu kesana untuk tau kehidupan disana saat itu, toh kita bisa membacanya di http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-daerah/kabupaten/id/63/name/kalimantan-selatan/detail/6306/hulu-sungai-selatan atau jika masih kurang, silakan tanya mbah google untuk referensi lain. Atau, baca saja buku-buku tentang sejarah Kalimantan Selatan atau Hulu Sungai Selatan. Membaca buku selalu bisa memberikan sensasi layaknya menaiki mesin waktu, menjajaki masa lalu, menerobos masa depan, memahami masa kini J.
Well, bagaimana dengan masa pra aksara sejarah daerah Hulu Sungai Selatan ini? Yaehh tentu saja masa pra aksara belum ada yang namanya kabupaten Hulu Sungai Selatan ataupun kota Kandangan. Lalu, apakah di wilayah yang saat ini kita sebut Hulu Sungai Selatan belum ada peradaban? Wait, lets flash back.

Sekitar tahun 2012 lalu (2012, hei itu udah zaman internet buka pra aksara keless! Udah ga usah protes, stay tune yaa) kami, para History Crews 2010 jalan-jalan ke Museum Lambung Mangkurat di Banjarbaru. Kebetulan, saat itu disana sedang diadakan pameran manik-manik se Borneo. Nah nah, disana aku menemukan ini…
Yupz, ternyata artefak berupa manik-manik ditemukan di situs Jambu Hilir dan Jmbu Hulu yang sekarang berlokasi di Kabupaten Hulu Sungai Selatan. It’s mean, masa pra aksara wilayah ini tak sekelam langit tanpa bulan kan.
Setelah aku melakukan riset (karena tulisan yang baik selalu melalui riset bukan) /cieeee gaya mu :p/, dari buku Sejarah Banjar karya Suriansyah Ideham dkk, diketahui manik-manik tersebut berasal dari masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut pada kala plestosen. Artinya, manusia yang menghuni wilayah kandangan masa itu sudah berjenis “homo”. Mereka ini memenuhi kebutuhan hidup dengan berburu binatang (kebanyakan binatang kecil dan binatang air) mengumpulkan makanan berupa umbi-umbian dan biji-bijian dari hutan. Mereka menggali umbi-umbian, akar-akaran, mencari dan mengkonsumsi moluska dan kepiting, memasak mereka dengan teknik merebus dan membakar.
Kehidupan mereka sepenuhnya bergantung pada alam lingkungan. Mereka mulai menetap, tempat tinggal mereka di gua-gua dekat hutan atau di tepian sungai. Bercocok tanam dilakukan dengan sangat sederhana dan dilakukan secara berpindah-pindah. Ditemukannya manik-manik yang diperkirakan sebagai perhiasan, menunjukkan bahwa masyarakatnya sudah mengenal keindahan dan seni.
Selain manik, di situs Jambu Hilir juga ditemukan Gerabah. Bahan baku utama adalah tanah liat (sama seperti manik) dan pasir. Secara umum, teknologi pembuatan gerabah situs Jambu Hilir masih sederhana walaupun sudah menggunakan roda putar, tatap dan pelandas. Bahan baku campuran yaitu pasir tidak disaring sehingga menghasilkan gerabah yang agak kasar.
Fungsi gerabah tidak jauh berbeda dengan sekarang, yaitu sebagai tempat air, peralatan masak dan tungku. Selain itu, juga ditemukan kowi (musa: bahasa Banjar), yaitu wadah dari tanah liat untuk melebur emas dan kuningan.
Situs Jambu Hilir dapat dikatakan sebagai suatu bekas hunian kuno yang berciri pra aksara dengan tingkat perkembangan masyarakat yang lebih maju, tetapi masih mempertahankan tradisi neolitik pada beberpa aspek kehidupan sehari-hari. Hal ini dibuktikan oleh ciri-ciri arteak batu dan gerabah dengan adanya unsur-unsur teknologi kapak persegi, manik-manik tanah liat dan batu giling. Sedangkan unsur yang lebih maju, yaitu adanya suatu tingkat pengetahuan mengolah sumber-sumber mineral. Pengetahuan ini lebih mengacu pada kepandaian membuat perhiasan logam mulia seperti emas dan kuningan.
Ternyata, kita tak perlu Doraemon dengan mesin waktunya untuk melihat sepotong episode masa lau. Cukup dengan memperluas wawasan, rajin membaca, berkunjung ke tempat-tempat yang bermanfaat, dan mengamati alam sekitar. For the end, sekali lagi, selamat hari jadi yang ke 64 kabupaten ku. Sebagai urang jaba yang menjadi penghuni mu, seikrar janji terukir di hati, untuk terus memperbaiki diri dan bermanfaat bagi sesama, agar tidak menjadi ratik kalambu wara J I love you, terima kasih telah menjadi tempat ku pertama kali bertatap muka dengan dunia.. . 

Kandangan, 02 Desember 2014

Implementasi MPI dengan Manggau Amas

Pelajaran matematika dan fisika yang dianggap oleh sebagian orang itu sulit, saya menyukainya. Pelajaran bahasa Inggris yang katanya membuat...