Sunday, January 13th, 2013
Begin in beatiful morning. Week up early morning and see u here. Than
week up u. That so funny, when see u open ur eyes, than closed again.
So u take ur blanked again. Hahahaa
Jam enam pagi perjalanan di mulai. Kali ini, aku tidak hanya pergi
dengan keluarga, namun juga dengan teman-teman HCrew. Tidak semua sih,
cuma enam orang yang ikut. Ada desi, dyah, siti, hipji, ozi dan azmi.
Tidak seperti baiasa, jika biasanya aku pergi ke Bangkau buat
silaturrahim, kali ini aku dan yang lainnya ingin ikut manyanggar
banua. Hmmm, apa sih manyanggar banua itu? Klo secara etimologis,
manyanggar yang berasal dari bahasa banjar artinya membersihkan dengan
memberi sesuatu kepada yang tak terlihat. Maksudnya, manyanggar banua
itu merupakan upacara selamatan dengan memberikan sesuatu kepada
penunggu banua. Tujuan dari manyanggar banua itu sendiri adalah
memohon keselamatan dan dijauhkan dari bala, serta rasa terima kasih
atas hasil panen ikan dan memohon agar panen selanjutnya melimpah.
Sebenarnya, kedatangan kami kesana terlambat. Jika ingin menyaksikan
acara secara keseluruhan, harusnya kami datang sehari sebelumnya.
Sehari sebelum acara, adalah persiapan untuk aruh pada hari H. Pada
hari itu, dipersiapkan segala panganan dan tekek bengek acara. Wadai
ampat puluh satu macam (kue tradisional banjar sebanyak empat puluh
satu macam), ayam hirang baparapah (ayang yang dipanggang), kambing
baparapah, piduduk (semacam sesajen yang biasanya terdiri dari kelapa,
telur, dan gula merah), nasi lakatan putih (nasi ketan), nasi lakatan
kuning, nyiur anum, pisang berbagai jenis (mahuli, kahayan habang,
kahayan hijau) dipersiapkan oleh ibu-ibu secara masal.
Segala macam panganan itu kemudian ditata disuatu tempat. Disana juga
telah disiapkan pohon pisang lengkap dengan buahnya, pohon yang aku
tak tau apa namanya, air untuk tampung tawar, dan alat musik gamelan.
Berbagai macam peralatan yang biasa digunakan penduduk untuk mencari
ikan (parang, lukah, ringgi) juga turut dikumpulkan. Ditempat ini,
dibacakan doa-doa keselamatan dan tolak bala (dulu, sebelum pengaruh
islam masuk, mantra-mantra yang dibacakan) sebagai awal dari rangkaian
upaca manyanggar banua. Saat tiba waktunya pelaksaan manyanggar banua,
segala makanan dan benda-benda upacara lainnya dimasukkan kedalam
kapal, kecuali peralatan menangkap ikan.
Kembali ke kisah kami. saat kami tiba di bangkau, suasana yang berbeda
sudah terasa. Tak ada jemuran iwak sapat karing (ikan sepat kering) di
halaman atau tepi jalan seperti biasa. Tak ada yang pergi mendanau
hari ini, semua turut larut dalam aruh manyanggar banua. Sebuah kapal
telah siap untuk membawa kami ke danau. Kapal kami dihiasi selendang
berbagai warna. Penyakit Pkl pun muncul, kamera segera beraksi. Jepret
sana jepret sini, mulai dari gaya classic, gaya burung terbang, sampai
gaya tak jelas muncul disini.
Pemusik dan Sindennya |
Batampung tawar |
Sasaji |
Iringan kapal yang ingin menyaksikan manyanggar banua |
Dari kapal besar sampai kapal kecil |
Berpose diatas kapal |
Dipelabuhan nagara |
Tak lama, rombongan kapal utama yang dihiasi pohon pisang melintas.
Kapal kami pun segera menyusul. Ternyata, begitu banyak orang yang
antusias menyaksikan acara ini. terbukti dengan banyaknya orang yang
menyaksikan keberangkatan kami kedanau. Yang ikut ke danau pun tak
kalah banyak. Dari yang menggunakan kapal lumayan besar seperti kami,
kelotok ces, sampai yang pakai speed boat. Amazing lah menyaksikan
konvoi kapal ini. Apalagi diiringi dengan alunan musik panting,
rasanya gimanaa gituu. Wajarlah, jika antusiasme masyarakat sebesar
ini. ini merupakan acara adat akbar yang diadakan tiga sampai lima
tahun sekali.
Tak lama berlayar (emang pakai layar??) kami sampai di pemberhentian
pertama. Klo kata abah rafi, pemberhentian pertama namanya kapala
danau. Disini kelapa dibelah dua. Sebelah disisihkan, sebelahnya lagi
di isi telor sama gula merah. Inilah yang dipatak (ditenggelamkan) ke
danau. Saat mamatak (juga dijalan), tampung tawar tak henti dilakukan.
Tujuannya, agar orang yang mamatak itu tidak dibawa ke alam sebelah.
Selesai mamatak, dibacakan doa selamat dan doa tolak bala oleh pemuka
agama setempat.
Perjalanan berlanjut ke point pemberhentian kedua. Kali ini namanya
mungkur panjang, ritualnya sama dengan yang di kapala danau. Kemudian
kami menuju point terakhir, di point inilah puncak acara dilaksanakan.
Point ini dinamakan mungkur kambing. Disini, kepala kambing yang
dipatak. Ini merupakan simbol persembahan dan rasa terima kasih
masyarakat bangkau kepada penunggu danau. Usai mamatak dan pembacaan
doa, makanan berupa wadai ampat puluh satu, nasi lakatan, dan pisang
dibagikan untuk dinikmati bersama. Benar-benar pengalaman pertama,
makan diatas kapal uey.
Usai makan-makan, artinya manyanggar banua pun usai. Jika dulu,
sebelum Islam masuk, makanan yang dibawa tidak dimakan, namun ikut
dilarung bersama kepala kambing di danau. Upacanya juga diiringi
dengan mantra, tidak dengan doa-doa. Artinya, upacara manyanggar banua
ini sudah cukup mengakar di daerah ini, jauh sebelum islam masuk dan
dikenal masyarakat bangkau. Salut dengan mereka, mereka tetap menjaga
adat istiadat leluhur, dengan menyesuaikannnya sehingga tidak
bertentangan dengan Islam.
Upacara ini juga menunjukkan, betapa arifnya masyarakat bangkau
menjaga alam (danau) yang merupakan tempat pencaharian mereka. Ada
satu aturan yang begitu dipegang teguh masyarakat, yaitu dilarang
menangkap ikan dengan racun, setrum, atau apapun yang sifatnya merusak
habitat ikan. Selain akan dikenakan hukum negara, bagi pelakunya juga
dikenakan hukum adat.
Usai acara, kami dapat "bonus" liburan. Trip to nagara by ship. Wow...
yuuu capcuss cin :*