Inilah mengapa, belanda tidak mau beranjak dari Surga Cendrawasih


Minggu lalu, aku mendapat tugas untuk menelusuri sebab musabab belanda begitu keukuh tidak ingin Irian bagian barat bergabung dengan Indonesia pasca kemerdekaan Indonesia. Pada saat pertanyaan ini terlontar, yang ada dibenakku tentu saja karena Irian itu kaya. Pulau nya sendiri adalah pulau terbesar ke dua di dunia, setelah greenland. Dua puluh dua persen Wilayah indonesia adalah wilayah ini.
Belum lagi letak geografisnya. Pertama, dia ada di wilayah khatulistiwa dengan hutan tropis yang tentunya kaya denga segala sumber daya alamnya. Lalu, daerah ini juga potensial sebagai daerah peluncuran roket untuk pengangkut satelit. Roket akan lebih menguntungkan jika diluncurkan di daerah khatulistiwa, karena akan cepat mengorbit dan tentunya menghemat bahan bakar serta biaya. Masih seputar lokasi, Irian bagian barat di kuasaai belanda, lalu di bagian timur sebelah utara ada Jerman dan di selatannya ada Inggris. Di australia yang merupakan tetangga dekat Irian, berkuasa Inggris. Lalu di Timor ada portugis. Rasanya, tidak mengherankan belanda begitu ngotot ingin menguasaai pulau ini.
Dari pada menduga-duga, akhirnya aku mulai mencari bahan bacaan tentang tanah surga ini. Aku teringat sebuah syair yang entah dinyanyikan siapa “kami tidur di atas emas, berenang di atas minyak, tapi bukan kami punya. Kami hanya menjual buah-buah pinang Jika dilihat hari ini, cukuplah syair itu menggambarkan kehidupan rakyat papua.
Tenyata, bangsa eropa mulai menginjakkan kaki di pulau kepala burung ini pada awal abad 16, ketika orang-orang portugis dan spanyol memulai ekspedisi ke wilayah timur Indonesia untuk mencari daerah penghasil rempah-rempah. Namun kemudian, Hindia Belandalah yang berhasil menguasai daerah ini.
Pemerintah Hindia Belanda mendirikan benteng Fort de Bus di teluk Trinton pada tahun 1828. Saat benteng ini diresmikan pada 24 Agustus 1828, komisaris pemerintah Belanda A.J. van Delden atas nama Raja Willem I memproklamasikan Niew Guinee sebagai milik Kerajaan Belanda. Sejak saat itu, kekuasaan belanda semakin kuat bercokol di wilayah ini. sebenarnya, tujuan utama dari pendirian benteng ini adalah menghadang kekuatan eropa lain mendarat di Irian Barat.
Awalnya, belanda tidak terlalu memperhatikan wilayah ini. wilayah ini dikuasaai hanya untuk memperluas wilayahnya dan untuk menghalangi kekuatan eropa di pulau ini. Belanda menilai wilayah ini kurang menguntungkan secara ekonomi. Masyarakat yang tinggal di wilayah ini masih hidup di “zaman batu”. Bahkan, pada tahun 1920 an ketika meletus pemberontakan dari pihak PKI, wilayah ini (digul tepatnya) menjadi tempat pembuangan tahanan.
Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Indonesia mengklaim seluruh wilayah Hindia Belanda, termasuk wilayah barat Pulau Papua. Namun demikian, pihak Belanda menganggap wilayah itu masih menjadi salah satu provinsi Kerajaan Belanda. Pemerintah Belanda kemudian memulai persiapan untuk menjadikan Papua negara merdeka selambat-lambatnya pada tahun 1970-an. Namun pemerintah Indonesia menentang hal ini dan Papua menjadi daerah yang diperebutkan antara Indonesia dan Belanda.
Kembali ke pertanyaan semuala, Apa sebenarnya yang menyebabkan Belanda begitu berat melepaskan wilayah ini? sebuah wilayah yang pada awalnya tidak terlalu mendapat perhatian dari belanda sendiri..
Usut punya usut, jadinya benang kusut, heheee.. Alasannya kembali ke sejarah. Ini ciyuus loo. Coba lihat peristiwa tahun 1936. Cek it out!!
 Tahun 1936 ketika peneliti asal belanda yaitu Dr.A.H. Colijin, J.J Dozy, dan H Wissel mencapai gunung gletser dan menemukan Ertesberg. Tahun itu juga, geolog Dr.C Shouten menyimpulkan bahwa kawasan Carstenz (kawasan puncak pegunungan bersalju di pegununan jaya wijaya sekarang) mengandung tembaga. Eitss tunggu dulu, tembaga itu selalu punya teman, dan temannya itu EMAS . . . woww (eitss aku ga minta kamu bilang wow yaa )
Tapi ternyata, hal ini tidak dianggap penting sampai pada Agustus 1959, Forbes Wilson yang menjabat sebagai Direktur Freeport Sulphur melakukan pertemuan dengan Direktur pelaksana East Borneo Company, Jan van Gruisen. Dalam pertemuan itu Gruisen bercerita jika dirinya menemukan sebuah laporan penelitian atas Gunung Ersberg (Gunung Tembaga) di Irian Barat yang ditulis Jean Jaques Dozy di tahun 1936. Uniknya, laporan itu sebenarnya sudah dianggap tidak berguna dan tersimpan selama bertahun-tahun begitu saja di perpustakaan Belanda. Van Gruisen tertarik dengan laporan penelitian yang sudah berdebu itu dan membacanya.
Nahh, karena tertarik dengan laporan berdebu itu lah, pada tahun 1960 diadakan ekspedisi kedua ke gunung Ertsberg papua. Ekspedisi ini dilakukan oleh  Forbes Wilson dan Del Flint. Tujuan dalam ekspedisi ini adalah untuk membuktikan kebenaran dari perkataan Jan van Gruisen dan Geolog Dr.C. Shouten bahwa dikawasan ertsberg mengandung tembaga. Didalam ekspedisi ini wilson menemukan sesuatu yang bukan wow, tapi nyaris membuatnya gila. ternyata disana selain dipenuhi bijih tembaga, gunung tersebut juga dipenuhi EMAS dan PERAK. Menurut dia seharusnya gunung tersebut diberi nama Gold Mountain, bukan Gunung Tembaga. Ckckckkkk.... tidak salah kan kalau ku bilang tanah surga.
Eitts masih ada lagi.. Bukan hanya emas, perak dan tembaga. Bumi cendrawasih ini ternyata juga kaya dengan dengan sumber energi yang lagi diperbutkan dunia. Yupzz minyak bumi serta gas alam. Belum lagi kekayaan hutan papua. Kekayaan alam papua ini tentu sangat menggiurkan siapa pun sehingga ingin memilikinya. Wajarlah, jika belanda susah untuk melepaskannya.
Mau tau alasan lainnya? Klo yang satu ini sih “belanda bangetzz”. Belanda menganggap wilayah ini “berbeda” dari wilayah lain di Indonesia. Jadi, belanda ingin menjadikan papua bagian barat sebagai negara yang terpisah dari Indonesia. Intinya adalah politik devide et empera agar dapat menguasai Indonesia kembali. Belanda banget kan??!
Kira-kira apa alasan lainnya yaa?! Apa mungkin belanda jatuh cinta dengan Irian? Bisa saja sihh... kan kata orang cinta itu ga mengenal siapa yang di jajah dan siapa yang menjajah.. wah, mulai ngawur nihh..
Terakhir, bagi teman-teman ku tercinta, yang kebetulan nemu tulisan ini sebagai bahan tugas., JANGAN PERCAYA seratus persen yaa.. percaya nya dikit aja, banyak ngawurnya sihh,, okeh??!! Luph u all, HCrew ’10 . . . specially, to the M**,,, ummm . . . I don’t know what must I say :) not only me, u, or they.. everyone hurt when its change, honey... Seni çok özledim! Seni seviyorum!!!!!!
In the Jungle(?), 08 Desember 2012

Mengetahui, lalu memahami


 “Dalam klasifikasi prilaku belajar, kita menggunakan taksonomi bloom, kita mengenal ada tiga ranah atau domain. Ranah tersebut adalah kognitif, afektif, dan psikomotor. Nah, dalam setiap ranah terbagi lagi dalam beberapa tingkatan kemampuan. Ranah kognitif terdiri dari enam tingkatan, yaitu mengetahui, memahami, aplikasi, analisa, sintesa, evaluasi....” Dosen ku terus menjelaskan sambil sesekali menulis pada whiteboard dan berdialog dengan mahasiswanya.
Diakhir perkuliahan, aku melihat kembali hasil coret-coret ku selama kuliah tadi. Disana tertulis “mengetahui” baru kemudian “memahami”. Tiba-tiba, flashback dua tahun lalu terasa memenuhi kepala ku. Saat itu, eyang tercinta (miss u eyang :-*) menjelaskan konsep ini dengan cara yang berbeda. Beliau menjelaskan dengan mencontohkan. “Mengetahui: bu sri cantik. Memahami: mengapa bu sri cantik?. Aplikasi: bagaimana supaya cantik seperti ibu sri?. Analisis: apa latar belakang bu sri cantik?. Sistesis: adakah hubungan bu sri cantik dengan disiplin?. Evaluasi: adakah kebaikan dan keburukan bu sri cantik?”. Sampai saat ini, aku masih mengingatnya.
Kita harus mengetahui terlebih dalu, agar kita bisa memahami. Sedikit kesimpulan yang ku tarik sendiri. Jika dipikir-pikir, tidak salah juga. Bagaimana kita bisa memahami suatu perkara jika kita tidak pernah mengetahui perkara itu. Begitu juga dalam memahami seseorang. Bagaimana mungkin kita bisa memahami seseorang jika kita pernah tahu dan mengenal orang tersebut.
Ternyata salah, ketika kita memaksa orang lain untuk memahami dan mengerti kita, tanpa mereka tahu apa yang membuat mereka harus pahami. Beranalogilah dengan diri sendiri. Kita akan sulit memahami orang lain, tanpa tahu mengapa. Mungkin kita bisa memahami dengan alasan tertentu –sayang misalnya- namun, memahami tanpa mengetahui itu tak jauh berbeda bengan membeli kucing dalam kotak (ga jaman pake karung hehee). Kita hanya dapat menebak, apa, siapa, dimana, kapan, mengapa, dan bagaimana (5W 1 H dunk). Syukur-syukur jika kita berkhusnuzhon, semua mungkin akan baik-baik saja. Namun, yang namanya manusia terkadang muncul pula pikiran yang tidak-tidak. Jika hal ini yang terjadi, kita yang akan terganggu. Selain dosa tentunya, pikran yang tidak-tidak tentu akan mengganggu. Pada level tinggi, dapat mengakibatkan stress. Dan jangan sampai berlanjut ke rumah sakit jiwa. Belum lagi ketika kita tahu, apa alasan sebenarnya kita harus memahami. Ketika kita berbaik sangka, lalu tau alasan sebenarnya. Jika alasannya sesuai prasangka tak masalah, namun jika alasan itu melenceng jauh. Entah seberapa hancur perasaan ini L. Begitu pula sebaliknya, saat kita sudah kacau dengan pikiran macam-macam, lalu tahu alasannya. Akan sangat lega mengetahuinya jika tidak seperti yang dipikirkan. Namun level kekacauan pikiran akan bertambah ketika alasannya seperti yang diduga.
Jadi intinya, jangan pernah memaksa orang lain untuk memahami anda, tanpa alasan yang membuat mereka tahu dan mengerti mengapa harus memahami anda. Ketika anda  terpaksa harus memahami orang lain tanpa tahu apa alasannya, berbaiksangkalah. Apapun yang terjadi kemudian, tersenyum lah. Agar anda bebas dari rumah sakit jiwa J.

Sedikit nasehat untuk diri sendiri, yang kadang terlalu berharap bisa dipahami olehnya.
Ditulis dengan inspirasi dari dosen-dosen hebat yang dengan suka rela berbagi ilmu pada kami, mahasiswa history crew ‘10.
Banjarmasin, 23 Oktober 2012

Implementasi MPI dengan Manggau Amas

Pelajaran matematika dan fisika yang dianggap oleh sebagian orang itu sulit, saya menyukainya. Pelajaran bahasa Inggris yang katanya membuat...